Senin, 22 September 2014

Review : ronggeng dukuh paruk

Tersebutlah sebuah LKS bahasa indonesia kelas XI, yang mana terdapat di dalamnya sebuah sinopsis novel dengan judul begitu menggoda : Srintil di tengah budaya patriarki. Judul yang sebegitu menggoda tidak pernah gue sia-siakan begitu saja, langsung gue ke perpustakaan dan mencari novel berjudul demikian. berikut memori gue tentangnya

Ronggeng Dukuh Paruk, adalah sebuah trilogi yang terdiri dari Surat Buat Emak, Jantera Bianglala, dan Lintang Kemukus Dini Hari. yang mana menurut gue judulnya udah indah-indah banget......
but to be honest, di antara ketiga cerita tersebut, Surat Buat Emak-lah yang paling menarik perhatian gue, karena.......... akan gue bahas nanti.
Buku ini adalah yang pertama gue baca hingga tamat, lengkap dengan bekas airmata di beberapa lembarannya, karena.... ah menurut gue novel ini kompleks, dan membuat gue ingin dicintai layaknya Rasus mencintai Srintil, karena adanya dari Sang Pencipta yang menghendaki demikian sehingga keadaan tanpa martabat pun tak menghalangi Rasus untuk mengasihi Srintil si jantung hati.
Trilogi ini cukup terkenal, sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa, dan merupakan bacaan wajib jurusan sastra entah di mana yang gue lupa universitasnya (tentu bukan di tanah air).
Gaya bahasa Ahmad Tohari, adalah yang paling gue suka. Beliau dengan fasihnya mendeskripsikan sebuah pedukuan yang kumuh, miskin, dan kotor lengkap dengan anak-anak telanjang berlarian dengan gelak tawa, Selain itu detail adanya pergolakan batin lengkap dengan berbagai majas berhasil membuat gue berdecak kagum tanpa harus memutar otak untuk mencernanya. Bravo, Ahmad Tohari!

Trilogi ini mengisahkan sebuah pedukuhan yang cabul, miskin, bodoh, dll yang merindukan lahirnya seorang Ronggeng sebagai lambang pedukuhan tersebut. Srintil-lah bocah terpilih yang diworo-woro menjadi Ronggeng yang luar biasa cantik, yang hanya dengan lirikannya pria dari segala lapisan mampu berlutut mengiba kasihnya. Kisah menceritakan dari Srintil, Rasus saat mereka masih bocah dan Dukuh Paruknya yang cabul..... yang tidak akan pernah berubah. Hingga takdir yang tanpa ampun mengiris pilu hati pembaca, membuat keadaan tak lagi sama. Tak ada lagi Srintil tempat Rasus melihat sosok emak, tak ada lagi Srintil kawan bermain Rasus yang sebenar-benarnya, tak ada lagi Srintil buat Rasus... (kepedihan ini setingkat lebih ngilu dibanding kenyataan saat mengetahui Tidus tidak lebih dari mimpi para Fayth dan Yevon tidak lebih dari ajaran sesat)

Dalam trilogi ini, tak hanya kisah cinta yang disuguhkan secara ciamik. budaya peronggengan, konflik 1960 (dan banyak bagian yang disensor didalamnya pada orde baru, katanya), kerinduan hati Srintil akan hangatnya rumah tangga, dan pencarian sosok emak yang membuat Rasus pusing tujuh keliling juga membuat gue betah membaca trilogi ini, walaupun kodrat gue tidak tahan banyak membaca.

dan to be honest, konsep kisah cinta yang ada pada novel ini... is beyond my limit of tears. pencarian jati diri dan pergolakan batin Srintil membuat gue makin iba dengannya, puncaknya ketika Rasus, jaka yang begitu dicintai pergi manakala hati mengiba kepadanya agar tetap disisi. tears are flowing. di tengah keputusasaannya, muncul sosok Bajus yang berbeda, yang melihatnya tanpa nafsu primitif. Srintil melihatnya bak secercah cahaya setelah ditinggal Rasus si jantung hati, Srintil yang merindukan hangatnya rumah tangga mulai berandai-andai Bajus akan mengangkatnya menjadi nyonya dan mereka akan menghidupkan rumah tangga yang bahagia, Namun, lagi-lagi takdir pahit menunjukan eksistensinya, Bajus PHP untuk tujuan yang paling dibenci Srintil. Srintil dazed, dan akhirnya kesadarannya berubah secara kualitatif. Jiwa Srintil tak lagi waras. Namun Rasus tak pergi. Rasus memilih untuk kembali dan bertahan pada rahim yang melahirkannya, sosok emak yang mengasuhnya, dan membantunya kembali menemukan fitrah, Dukuh Paruk.

menyambung yang di atas tadi, gue paling suka bagian pertama dari trilogi ini. Bagian tersebut banyak menceritakan kepolosan Rasus dalam perihal ingin memiliki Srintil, dan itu indah bagi gue....

mungkin sekian dulu karena gue mau ujian... kapan-kapan disambung lagi


Related Articles

0 Your comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.