Jumat, 17 Oktober 2014

Review : Final fantasy IX

halo, kembali lagi dengan acara review-mereview game
kali ini gue dengan hormat akan mengulas game yang terpatri di hati para penggemar seri Final Fantasy, yak kali ini waktunya si anak monyet Zidane Tribal yang akan menjadi tokoh utama, Final Fantasy IX, walaupun kita lupa-lupa inget..... karena udah bertahun-tahun yang lalu, adakali 10 tahun yang lalu menamatkannya -,-

Final fantasy IX adalah kebalikan dari Final Fantasy VII, ia adalah seri terakhir untuk konsol PS. namun ternyata squaresoft menutup kejayaan seri FF di konsol PS dengan indah, dengan merilis Final Fantasy IX yang simpel dan indah.

Storyline
Pada awalnya game ini menceritakan tentang seorang grup teater kecil yang berniat menculik puteri raja, Garnet til Alexander. tak disangka ternyata puteri kecil kita malah memohon untuk diculik, yang spontan membuat Zidane si juru culik terkejut, ya gak terkejut-terkejut banget sih. dengan senang hati Zidane mengabulkan permintaan sang Tuan puteri dan membawanya serta ke dalam dunianya, a whole new world~
a whole new world~ a new fantastic point of view~
Puteri kecil kita tidaklah manja seperti Rinoa, ia tegas, punya tekad, dan punya sikap. ia kabur dari istananya bukanlah tanpa alasan, melainkan hendak berdiplomasi dengan pamannya, Cid, yang ternyata dikutuk menjadi semacam oglop (semacam katak) perihal ibunya yang kini berubah semenjak kedatangan Kuja sang Bishonen. Sungguh puteri kecil kita cocok menjadi pemimpin wanita. Zidane awalnya bak orang (monyet) playboy yang tak punya tujuan, namun bersama dengan Garnet sang pujaan hati, akhirnya ia temukan alasannya untuk hidup.
sepanjang perjalanan, zidane tidak hanya berdua dengan Garnet, ada tim teater kecilnya yang setia membantu, ada vivi yang polos, steiner yang bunyi kaleng, freya yang galau, amarant yang misterius, eiko yang terlalu cepat dewasa, quina yang juga misterius... dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan, mereka saling membantu menutupi dan melengkapinya.. masalah demi masalah datang silih berganti, tangis dan tawa ditelan bersama, namun dengan kepemimpinan Garnet, kesetiakawanan Zidane, kebaikan hati Vivi, dll dst semua dapat dilalui bersama!

Gameplay
Perlu gue akui, sepanjang sejarah FF di konsol PS, Final Fantasy IX punya sistem battle dan gameplay terbaik. ATE membantu pemain untuk memahami storyline secara lebih baik, karena menceritakan event di waktu sama, lain tempat. ada satu sistem sederhana yang membuat gue jatuh cinta pada FFIX, yaitu tanda seru dan tanda tanya di atas main character, sistem sederhana tersebut membuat kita lebih gampang mengakses treasure boxes atau hal-hal kecil namun penting lainnya daripada kita sembarang mencet X berkali-kali.
seperti biasa di seri FF selalu ada peran serta chocobo. dan chocobo disini punya andil penting untuk melawan Ozma, ultimate boss di seri ini (yang belum bisa gue temui karena quest gue belum tuntas dan chocobo gue belum bisa terbang). dan banyak mini game-mini game lumayan untuk mendapatkan item tertentu, juga quest-quest seperti zodiac quest (yang belum gue tuntaskan karena ga pake walkthrough mainnya....)
namun tetap ada hal yang gue kecewakan di game ini, yaitu sistem Trance di battle-nya. menurut gue ini semacam 'limit' break yang paling ga jelas di seri FF, dia selalu muncul di saat gue ga butuh dan impactnya tidak begitu besar~

Design
Kembali ke konsep istanasentris yang merupakan konsep awal final fantasy. hal ini tentu menyimpang jauh dari dua seri pendahulunya, berturut-turut FFVII dan FFVIII (yang menurut gue super fail). karakter didisain jauh dari sempurna secara fisik, tapi background dan design tempatnya cukup indah sih menurut gue (walaupun beluma ada yang menandingi indah dan syahdunya Macalania woods). dari ketidaksempurnaan fisik karakter yang ada pada game ini, gue semacam bercermin, justru hal inilah yang banyak di kehidupan nyata. Karakter-karakter yang ada punya konfliknya masing-masing, termasuk ketidak sempurnaanya (beda jauh dengan FFVIII yang karakternya tampan dan rupawan)

Love & romance
alone for a while, i've been searching thru the dark~ for traces of the love you left inside my lonely heart~

ah lagu ini mengingatkan akan crush pertama gue waktu smp. ialah yang memperkenalkan gue akan game ini. kalo gak gara-gara dia, mungkin game ini cuma gue pandang sebelah mata, ah cinta monyet~ *curhat*
kembali ke topik. love & romance di game ini tidak vulgar, tidak pula terang-terangan, hal itu yang bikin fujoshi seperti gue gemesshh. i'm a zidane x garnet shipper. dan mereka adalah pasangan yang manis menurut gue. Garnet yang berwibawa berhasil membuat Zidane setia, Zidane 'menunjukkan' dunianya yang jauh lebih luas kepada Garnet, semua tentang Zidane berhasil membuatnya jatuh cinta.
masih ingatkah kalian pada momen-momen setelah mengalahkan boss terakhir, dimana Zidane memilih untuk meninggalkan kawanannya untuk menolong Kuja? dimana Zidane menjanjikan Garnet untuk dapat berjumpa kembali? ah bayangkan jadi Garnet, dihari penobatannya menjadi Ratu, ia lihat citra jaka pujaannya, ia lari mengejar bayangnya, meski dari kejauhan ia yakin dialah orangnya. dan puncaknya dari segala rindu, Garnet tak ragu menghambur ke pelukan Zidane yang selalu hadir dalam mimpi. Rakyat Alexandria menjadi saksi. pemain bertepuk tangan. Adegan pelukan penuh emosi tersebut kemudian berlalu begitu saja... sambil diiringi lagu Melodies of Life. (kurang heboh sih dibanding ending FFVIII yang dramatis)

jadi kesimpulan gue..... di game ini amore tidak menyelamatkan dunia, namun amore adalah imbalan dari Gaia.

Related Articles

0 Your comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.